Generasi Muda Kediri Kian Jauh dari Kearifan Lokal, Permainan Tradisional Tergeser Budaya Pop Korea

  


Kediri,  headlinenews.cloud – Di tengah arus digitalisasi yang semakin deras, warisan budaya lokal kian tergeser. Permainan tradisional yang dulu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak kini nyaris lenyap. Mereka lebih akrab dengan budaya populer luar negeri, terutama K-Pop, ketimbang dolanan khas Nusantara yang penuh nilai-nilai edukatif dan sosial.

Salah satunya adalah Rara (nama samaran), siswi kelas 1 di salah satu SD Negeri di Kecamatan Pesantren, Kota Kediri. Usianya baru delapan tahun, namun sudah sangat akrab dengan budaya Korea Selatan. Saat ditemui, Rara tengah menonton video Jennie, salah satu anggota grup K-Pop Blackpink, melalui ponsel milik orang tuanya.

"Ini Jennie. Dia cantik dan lincah kalau nari," ujarnya sambil menirukan gerakan dance sang idola.

Rara tampak begitu antusias menirukan koreografi lagu-lagu K-Pop, bahkan mampu menyanyikan lagu-lagu berbahasa Inggris tanpa memahami maknanya. Ia mengaku lebih suka menonton YouTube ketimbang bermain bersama teman-teman sebayanya.

"Lebih enak ngafalin dance ini, nanti mau aku tampilkan waktu acara sekolah," katanya polos.

Namun kecintaan Rara pada K-Pop membawa konsekuensi finansial bagi orang tuanya. Berbagai atribut bertema Blackpink—seperti jaket, botol minum, hingga camilan berlogo Jennie—sering kali menjadi permintaan yang harus dipenuhi.

Sayangnya, pengetahuan Rara tentang budaya lokal sangat minim. Dari enam pertanyaan sederhana seputar kebudayaan dan sejarah Kediri yang diajukan Radar Kediri, hanya separuh yang mampu ia jawab dan itu pun setelah berpikir cukup lama. Saat ditanya tentang permainan tradisional, ia bahkan tak tahu apa-apa.

"Permainan tradisional itu kayak gimana? Aku taunya game dari Playstore," ujarnya bingung.

Fenomena ini tidak hanya terjadi pada Rara. Enam anak lain berusia 8 hingga 15 tahun yang ditemui secara acak menunjukkan tren serupa. Mereka relatif mampu menjawab pertanyaan seputar budaya populer luar negeri, namun kesulitan mengenali identitas budaya daerahnya sendiri.

Keke (14), siswa SMP di Kota Kediri, contohnya. Ia dengan cepat menyebut berbagai tren viral seperti “squid game,” “odeng,” hingga “corndog.” Namun, saat diminta menyebutkan satu saja permainan tradisional Jawa atau tokoh sejarah Kediri, ia terlihat kebingungan.

"Kalau tren aku tahu. Tapi budaya daerah, kadang cuma belajar kalau ada PR sekolah," aku Keke.

Hal yang sama juga terjadi pada El, siswa kelas 9 SMP di Kota Kediri. Ia begitu fasih menyebutkan nama-nama anggota grup NCT Dream seperti Na Jaemin, Haechan, Mark Lee, Jisung, dan Renjun. Namun, ketika disinggung soal tokoh sejarah atau kesenian tradisional Kediri, ia tak mampu menjawab.

Fenomena ini menjadi cerminan pergeseran orientasi budaya generasi muda. Di satu sisi, kemajuan teknologi memberi akses luas pada informasi global. Namun di sisi lain, minimnya literasi budaya lokal menjadi pekerjaan rumah besar, tak hanya bagi pendidik dan orang tua, tetapi juga pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat.(RED.AL)

Post a Comment

Previous Post Next Post