Merah Padam Keadilan di Bogo Kidul: Jabatan Dibeli, Bukan Diuji

 


Kediri,  headlinenews.cloud  — Praktik dugaan jual beli jabatan kembali mencuat dalam proses pengisian perangkat desa di wilayah Kabupaten Kediri. Kali ini, kasus tersebut terjadi di Desa Bogo Kidul, Kecamatan Plemahan, yang tengah melakukan pengisian untuk satu formasi perangkat desa, yakni Kepala Urusan (Kaur) Keuangan. Proses seleksi yang seharusnya mengedepankan asas transparansi, akuntabilitas, dan meritokrasi justru diduga kuat tercoreng dengan adanya praktik pungutan liar berkedok sumbangan dan "uang pelicin".

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, para calon yang ingin menduduki posisi tersebut disebut-sebut harus mengeluarkan uang dalam jumlah fantastis, mulai dari puluhan juta hingga menembus angka ratusan juta rupiah. Uang tersebut diduga diserahkan kepada pihak-pihak tertentu sebagai "syarat tidak tertulis" untuk melancarkan proses seleksi dan menjamin kemenangan dalam penilaian akhir.

Warga sekitar menyayangkan praktik semacam ini yang tidak hanya mencederai nilai-nilai demokrasi dan keadilan dalam pemerintahan desa, tetapi juga berpotensi merugikan keuangan desa dalam jangka panjang. "Kalau sudah dari awal pakai uang ratusan juta, nanti saat sudah menjabat pasti niatnya bukan melayani masyarakat, tapi bagaimana mengembalikan modal," ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Secara hukum, praktik ini masuk dalam kategori tindak pidana korupsi dan pungutan liar. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dijelaskan bahwa setiap orang yang memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1).

Pasal tersebut menyebutkan bahwa:

"Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp50.000.000 dan paling banyak Rp250.000.000."

Selain itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 67 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa juga menegaskan bahwa seleksi perangkat desa harus dilakukan secara terbuka, objektif, dan bebas dari intervensi serta praktik transaksional. Pengangkatan perangkat desa wajib melalui mekanisme ujian seleksi yang akuntabel dengan pengawasan dari kecamatan hingga kabupaten.

Ironisnya, dugaan praktik transaksional ini justru melibatkan oknum-oknum yang seharusnya menjadi pengawas dan pelaksana tahapan seleksi, mulai dari panitia lokal hingga pejabat terkait di tingkat desa dan kecamatan.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari Pemerintah Desa Bogo Kidul maupun pihak Kecamatan Plemahan terkait dugaan tersebut. Namun, masyarakat berharap agar pengawasan dari Pemerintah Kabupaten Kediri dan lembaga pengawas lainnya dapat ditingkatkan, guna memastikan proses pengisian perangkat desa berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan bebas dari praktik kotor yang menciderai nilai-nilai pemerintahan yang bersih dan berintegritas.(RED.L)

Post a Comment

Previous Post Next Post