Dulu Tukang Berkelahi, Kini Khoirul Anam Raih Cuan dari Kuas dan Kanvas

 

 KEDIRI,  headlinenews.cloud  – Dulu dikenal gemar berkelahi, kini Khoirul Anam memilih jalan hidup yang jauh berbeda. Energi masa mudanya yang dulu sering digunakan untuk adu fisik, kini disalurkan lewat kuas dan kanvas. Lelaki asal Desa Dawung, Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri itu, kini dikenal sebagai salah satu pelukis naturalis muda yang mulai diperhitungkan.

Saat ditemui di kediamannya, Khoirul tampak khusyuk menggoreskan kuas di atas kanvas. Mengenakan kaus lengan panjang biru dongker dan sarung batik hitam, tangannya lincah bermain warna. Di tangan kirinya, palet cat dan kaleng kecil menemani proses kreatifnya. Di tangan kanannya, kuas menari, menuangkan imajinasi yang seakan tak pernah padam.

“Saya suka seni sejak kecil. Bahkan mungkin tertarik dunia lukis sejak balita,” ucapnya sambil tersenyum.

Meski tumbuh tanpa latar belakang keluarga seniman, bakat melukis Khoirul justru tumbuh dari proses otodidak. Mulai dari meniru gambar di buku, belajar dari media sosial, hingga menjajal berbagai teknik dari seniman-seniman lokal yang ia temui.

“Saya dulu sempat ikut lomba lukis waktu sekolah, tapi belum pernah juara. Mungkin karena saya masih banyak belajar,” kenangnya.

Namun, tak banyak yang tahu, sebelum sepenuh hati menekuni dunia seni rupa, Khoirul adalah anak muda yang hobi berkelahi dan mengikuti perguruan silat. Ia mengaku dulu senang mengadu kekuatan dengan orang lain. Masa remaja yang penuh kenakalan pun pernah ia lalui.

“Sebelum benar-benar mendalami seni lukis, saya suka berantem,” ujarnya blak-blakan.

Kesadaran untuk berubah datang perlahan. Khoirul mulai sadar bahwa energi dan hobinya bisa diarahkan ke hal yang lebih positif dan produktif. Dunia seni menjadi pelabuhan hatinya yang baru.

Lulus SMA, Khoirul bergabung dengan Sanggar Lukis Ruslan di Kediri pada 2021. Dari situ, dia mulai serius menggeluti seni lukis dan karyanya mulai diminati.

“Waktu itu saya mulai dapat pesanan lukisan. Bahkan beberapa sudah pernah dikirim ke Kalimantan, Jakarta, dan Depok,” jelas pemuda 25 tahun itu.

Namun perjalanan sebagai pelukis tidaklah mudah. Khoirul mengaku pernah diremehkan. Hobi melukis dianggap tidak memiliki masa depan. Tapi dia memilih untuk tetap maju dan membuktikan bahwa anggapan itu salah.

“Awalnya banyak yang meremehkan, bahkan keluarga juga ragu. Tapi saya terus meyakinkan bahwa dari hobi ini saya bisa hidup dan menghasilkan,” ungkapnya.

Kini, hasil karya Khoirul dipasarkan dengan harga antara Rp1 juta hingga Rp5 juta, tergantung ukuran dan tingkat kerumitan lukisan. Dalam sehari, ia bisa menyelesaikan satu karya, tapi proses bisa memakan waktu hingga seminggu. Sebab, katanya, setiap goresan kuas memiliki makna dan emosi tersendiri.

“Namanya seni, nggak bisa diburu-buru. Karena tiap lukisan itu punya cerita,” kata dia.

Lewat media sosial seperti Facebook dan Instagram, Khoirul memasarkan karya-karyanya secara digital. Banyak pelanggan datang dari luar kota, bahkan luar pulau. Ia juga aktif berbagi ilmu dan memiliki cita-cita menjadi guru seni untuk anak-anak TK.

“TK itu pondasi penting buat melatih kreativitas anak. Dasarnya dari garis dan warna,” ucapnya.

Bagi Khoirul, lukisan bukan sekadar karya seni, tapi juga medium untuk mengubah hidup. Dulu disebut tak punya masa depan, kini ia justru mendapat rezeki dan pengakuan dari hobi yang dicintainya.

“Hidup itu yang penting usaha dan doa. Masalah hasil, biar Tuhan yang menentukan,” tutupnya. (RED.A)

Post a Comment

Previous Post Next Post