KEDIRI, headlinenews.cloud— Petis, bumbu kental berwarna gelap yang gurih dan manis, menjadi kunci kelezatan berbagai sajian khas Jawa Timur seperti rujak cingur dan tahu petis. Namun, di balik kenikmatannya, tersembunyi perjuangan berat para perajin—mengaduk adonan selama berjam-jam secara manual.
Pemandangan inilah yang menggugah delapan mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri. Tergerak oleh keprihatinan terhadap para perajin petis, mereka merancang mesin pengaduk petis otomatis—inovasi sederhana namun berdampak besar.
“Awalnya kami lihat sendiri, para ibu-ibu mengaduk petis dengan tangan selama berjam-jam. Capek luar biasa. Dari situ kami merasa harus membantu,” ujar Mohamad Dany Ibrahim, koordinator tim.
Tanpa sponsor atau bantuan dana, delapan mahasiswa ini merogoh kocek pribadi, mengumpulkan dana Rp7 juta untuk riset dan pembuatan mesin. Dalam waktu dua bulan sejak Mei 2025, mereka berhasil merancang, membangun, dan menguji mesin pengaduk petis berkapasitas 15 kilogram.
Mesin tersebut dilengkapi pengatur suhu otomatis, sistem transmisi, dan timer. Sekali proses, 15 kg adonan dapat diaduk merata tanpa mengandalkan tenaga manusia. Efisiensi waktu, penghematan biaya produksi, dan peningkatan kualitas menjadi keunggulan utama alat ini.
“Mesin ini bukan hanya menghemat tenaga, tapi juga mempercepat proses produksi,” jelas Deny, anggota tim yang bertanggung jawab pada desain mekanik.
Menariknya, mesin ini tidak dijual, melainkan dihibahkan kepada Ibu Amanah, perajin petis tradisional di Kelurahan Ngampel, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.
“Beliau inspirasi kami. Kalau alat ini bisa meringankan beban beliau, itu kebahagiaan buat kami,” tambah Dany.
Proses pembuatan tidak mudah. Tantangan mulai dari perhitungan torsi, desain rangka, hingga pengujian sistem kelistrikan berhasil diatasi dengan bimbingan dosen dan kekompakan tim.
Saat ini, mereka tengah mempersiapkan pengajuan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) untuk melindungi hasil inovasi.
Inovasi ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UNP Kediri, Dr. Sulistiono, M.Si.
“Inilah wujud nyata Saintek Berdampak. Mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi langsung memberi solusi nyata. Bahkan, beberapa pelaku usaha telah menyatakan minat terhadap alat ini,” ungkapnya.
Satu mesin, satu niat tulus, dan satu tim mahasiswa—hasilnya bisa mengubah cara kerja ratusan UMKM petis di Kediri dan sekitarnya. Inovasi ini membuktikan bahwa teknologi seharusnya berpihak pada mereka yang paling membutuhkan. (red:a)
Post a Comment