JAKARTA, headlinenews.cloud– Pendidikan karakter sejatinya bukan semata-mata soal menghafal nilai moral. Lebih dari itu, ia menyangkut bagaimana menumbuhkan empati, rasa tanggung jawab, dan keberanian bertindak adil. Dalam hal ini, seni memiliki peran vital—bukan hanya sebagai hiburan, namun sebagai sarana yang membuka ruang bagi anak untuk memahami diri dan orang lain secara lebih mendalam.
Menumbuhkan Kepedulian Melalui Seni
Konsep ethics of care yang dikemukakan Nel Noddings menyiratkan pentingnya hubungan yang dilandasi kepedulian dan empati. Aktivitas seni kolaboratif seperti teater, menggambar mural, atau bermain musik bersama dapat melatih anak untuk mendengarkan, menghargai pendapat, serta merespons sesama secara positif. Dari proses inilah, sikap saling peduli dapat tumbuh secara alami dan menjadi fondasi penting dalam membentuk karakter yang menjauhi kekerasan.
Laporan UNESCO turut memperkuat pandangan tersebut. Kegiatan seni terbukti mampu mengembangkan social and emotional skills, seperti empati, toleransi, dan sensitivitas budaya. Ketika anak-anak dilibatkan dalam kegiatan seni bertema keberagaman, mereka belajar bekerja sama dan menghormati perbedaan. Tak hanya itu, partisipasi aktif dalam seni juga dikaitkan dengan meningkatnya kesadaran sipil dan perilaku inklusif.
Fakta Lapangan dan Tantangan di Indonesia
Penelitian Cabedo‐Mas dkk. (2017) menunjukkan bahwa sekolah di Spanyol dan Australia yang menerapkan kurikulum berbasis seni mengalami penurunan kasus perundungan hingga 30%. Selain itu, mereka mencatat adanya peningkatan keterlibatan siswa dalam kegiatan sosial berbasis nilai-nilai damai.
Sayangnya, di Indonesia, data menunjukkan realitas yang mengkhawatirkan. Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024 mencatat bahwa lebih dari separuh anak usia sekolah (50,8%) pernah mengalami kekerasan fisik, emosional, atau seksual. Hal ini menandakan pentingnya pencegahan yang dimulai dari pendidikan karakter sejak dini—dan seni menjadi salah satu medium yang menjanjikan.
Kids Biennale Indonesia: Ruang Aman untuk Anak Berkarya
Sebagai salah satu upaya konkret, gelaran Kids Biennale Indonesia pada 3–31 Juli 2025 di Galeri Nasional mengusung tema "Tumbuh Tanpa Takut". Acara ini menampilkan lebih dari 1.000 karya seni anak dari berbagai daerah, mulai dari lukisan, instalasi, film pendek, hingga pertunjukan wayang cilik. Karya-karya tersebut bukan hanya menggambarkan kreativitas, tetapi juga merefleksikan nilai-nilai seperti keadilan, empati, dan kebersamaan.
Dalam penyelenggaraannya, Kids Biennale menggandeng seniman, guru, psikolog, hingga pembuat kebijakan. Mereka bersama-sama merancang strategi pembelajaran berbasis seni, membekali guru dengan metode kreatif, dan mengajak orang tua untuk lebih mengapresiasi hasil karya anak.
UNESCO menyebut kolaborasi lintas sektor—pendidikan, budaya, kesehatan, dan sosial—sebagai kunci keberhasilan dalam mengintegrasikan seni ke dalam sistem pendidikan karakter.
Kesimpulan: Seni sebagai Fondasi Karakter Anak
Seni memberikan anak ruang untuk mengekspresikan diri secara aman dan reflektif. Dalam prosesnya, mereka belajar memahami emosi, menghormati orang lain, dan membangun karakter yang kuat. Dengan dukungan semua pihak, pendidikan berbasis seni dapat menjadi strategi jangka panjang untuk mencegah kekerasan dan mencetak generasi yang lebih empatik dan damai. (red:a)
Post a Comment