Kabupaten Kediri, headlinenews.cloud – Proses pengisian perangkat desa di Desa Ngino, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, tengah menjadi sorotan masyarakat. Dugaan kuat munculnya praktik transaksional dalam perekrutan Sekretaris Desa (Sekdes) menjadi isu serius yang kini memicu kegelisahan publik. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, proses pengisian jabatan tersebut disinyalir tidak sepenuhnya berdasarkan kompetensi, melainkan sarat dengan praktik jual beli jabatan.
Dari hasil penelusuran, disebutkan bahwa untuk dapat mengisi posisi Sekretaris Desa, calon perangkat harus menyetorkan sejumlah uang yang nilainya tidak sedikit. Nominal tersebut bahkan disebut mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Dugaan ini memunculkan pertanyaan besar akan integritas dan transparansi dalam pelaksanaan seleksi perangkat desa yang seharusnya mengedepankan asas meritokrasi.
Beberapa warga yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa proses seleksi seolah hanya formalitas semata. “Kami mendengar kabar bahwa posisi itu sudah diatur sejak awal. Ada uang yang harus disetorkan jika ingin lolos. Tes cuma jadi pelengkap saja,” ujar salah satu warga Desa Ngino.
Pernyataan ini juga diperkuat oleh pengakuan dari salah satu tokoh masyarakat setempat yang menyayangkan kondisi tersebut. Ia menilai bahwa praktik semacam ini akan merusak tatanan pemerintahan desa dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur desa. “Kalau jabatan bisa dibeli, bagaimana masyarakat bisa percaya bahwa perangkat desa akan bekerja untuk rakyat, bukan untuk mengembalikan modalnya?” tegasnya.
Jika dugaan ini terbukti benar, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum, khususnya dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan desa. Mengacu pada peraturan yang berlaku, proses pengisian perangkat desa diatur secara jelas dalam:
-
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 26 ayat (4) huruf c yang menyatakan bahwa kepala desa memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa setelah dikonsultasikan dengan camat. Proses pengangkatan ini harus melalui mekanisme yang transparan dan akuntabel.
-
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 67 Tahun 2017, pada Pasal 4 disebutkan bahwa pengangkatan perangkat desa harus dilakukan secara objektif, transparan, dan berdasarkan kompetensi.
-
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dalam Pasal 418, dijelaskan bahwa barang siapa memberikan sesuatu kepada pegawai negeri dengan maksud agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dapat dikenai sanksi pidana. Jika terbukti adanya pemberian uang untuk mendapatkan jabatan, maka hal tersebut bisa masuk dalam kategori gratifikasi atau suap yang dapat dijerat pula dengan Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menanggapi hal ini, beberapa lembaga pengawas dan aktivis anti korupsi mendesak agar dilakukan investigasi menyeluruh terhadap proses pengisian perangkat desa di Desa Ngino. Mereka menilai bahwa jika tidak segera ditindaklanjuti, praktik serupa bisa menyebar ke desa-desa lain dan merusak sistem pemerintahan desa secara menyeluruh.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Kecamatan Plemahan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Kediri belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan ini. Masyarakat berharap adanya tindakan konkret dari pihak berwenang untuk menelusuri dugaan pelanggaran tersebut dan memberikan sanksi jika terbukti terjadi penyimpangan.
Masyarakat juga diimbau untuk tidak takut melaporkan apabila memiliki bukti-bukti kuat mengenai praktik serupa. Transparansi dan integritas dalam proses rekrutmen perangkat desa adalah hal mutlak demi mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang bersih, jujur, dan berpihak kepada masyarakat.(RED.J)
Post a Comment