Rujak Cingur Bu Fatimah: Cita Rasa Madura yang Melegenda di Tengah Ramainya Jalan Dhoho

 



KEDIRI,   headlinenews.cloud – Di antara deru kendaraan dan padatnya aktivitas di Jalan Dhoho, terselip sebuah kelezatan yang tak lekang oleh waktu. Sebuah lapak sederhana yang menempati teras toko tutup, tapi justru menyimpan kekayaan rasa: Rujak Cingur Bu Fatimah.

Tak ada spanduk besar atau papan nama mencolok. Tapi bagi para pecinta kuliner Kediri, nama Bu Fatimah sudah jadi jaminan mutu. Perempuan asli Bangkalan, Madura ini sudah puluhan tahun konsisten meracik rujak khas Jawa Timur dengan cita rasa yang menggugah selera.

“Saya mulai jam sembilan pagi. Kalau ramai, kadang sebelum Dhuhur sudah habis,” ucap Bu Fatimah dengan senyum ramah sambil tangannya sibuk mengulek bumbu.

Yang membuat rujak cingur Bu Fatimah berbeda dari yang lain adalah kesegaran dan kekuatan bumbu. Semua bahan diulek dadakan, hanya saat ada pesanan. Komposisinya terdiri dari petis Madura, kacang tanah sangrai, gula merah, terasi pilihan, pisang batu muda, dan tentunya cabai yang bisa disesuaikan tingkat kepedasannya.

Bukan hanya bumbu yang juara, isian rujaknya pun komplet. Ada kangkung, tauge, bengkoang, timun, belimbing, kedondong, tahu, tempe, lontong, dan tentu saja si primadona: cingur sapi yang direbus empuk dan tidak bau amis.

“Saya pilih bahan segar setiap hari. Cingurnya direbus lama biar empuk dan gurih,” jelas Bu Fatimah yang juga tetap setia pada cara penyajian tradisional, yaitu pincuk daun pisang.

Ada dua pilihan menu: rujak campur (lengkap dengan buah) dan rujak matengan (hanya berisi bahan rebusan dan gorengan tanpa buah). Semua bisa disesuaikan dengan selera pembeli.

Harganya pun ramah di kantong. Hanya Rp15 ribu per porsi, sudah cukup membuat lidah menari dan perut bahagia.

“Biasanya kalau akhir pekan, antrean sampai tangga toko. Harus sabar nunggu,” ujar Daryono, warga Kecamatan Gurah yang siang itu rela menunggu demi memenuhi keinginan sang istri yang sedang ngidam.

Menurutnya, rujak cingur Bu Fatimah bukan sekadar makanan, tapi juga kenangan. “Rasanya beda dari yang lain. Bumbunya itu, bikin nagih. Istri saya sampai nolak rujak lain,” tambahnya sambil tertawa kecil.

Bukan tanpa alasan rujak cingur ini disebut legendaris. Di tengah persaingan kuliner modern, Bu Fatimah tetap bertahan dengan cara tradisional. Tanpa bantuan media sosial, tanpa aplikasi pesan-antar. Tapi pelanggan datang sendiri, karena rasa tak bisa bohong.

Bagi yang ingin mencicipi sensasi autentik kuliner khas Jawa Timur, khususnya Madura, tak perlu jauh-jauh ke Pulau Garam. Cukup ke Jalan Dhoho, dan cari lapak kecil dengan antrean panjang. Di situlah Bu Fatimah menanti dengan ulekan bumbu rahasianya.(red.al)

Post a Comment

Previous Post Next Post