Kades Manggis Diduga Main Mata, Nilai Seleksi Bisa 'Diatur' Asal Harga Cocok!



KEDIRI,   headlinenews.cloud – Dugaan praktik jual beli jabatan kembali mencuat di Kabupaten Kediri. Kali ini, sorotan tertuju pada proses pengisian jabatan Kepala Urusan Perencanaan di Pemerintah Desa Manggis, Kecamatan Puncu. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, calon pengisi jabatan tersebut diduga harus “menyetor” dana puluhan hingga ratusan juta rupiah kepada pihak tertentu agar bisa diloloskan dalam proses seleksi.

Meskipun belum ada keterangan resmi dari pihak berwenang terkait kasus di Desa Manggis, namun pola dugaan praktik transaksional ini identik dengan skema yang saat ini tengah diselidiki oleh Ditreskrimsus Polda Jawa Timur dalam kasus besar jual beli jabatan perangkat desa se-Kabupaten Kediri tahun anggaran 2023.

Perlu digarisbawahi, dugaan kasus ini bukan termasuk pungutan liar (pungli) ataupun sekadar korupsi administratif. Lebih dari itu, pola yang terbentuk menunjukkan indikasi kuat adanya perdagangan jabatan, di mana kursi perangkat desa ditawarkan kepada pihak yang sanggup membayar, bukan kepada peserta yang lulus secara murni.

Tindakan ini sangat bertentangan dengan asas meritokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam pengisian jabatan publik. Dalam konteks hukum, praktik seperti ini dapat dijerat melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya:

  • Pasal 12 huruf e: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran.

  • Pasal 5 ayat (1) dan (2): Pemberi dan penerima suap dalam penyelenggaraan tugas publik.

  • Pasal 11: Tindak pidana gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Kasus ini menyeruak seiring dengan perkembangan investigasi oleh Forum Ujian Penyaringan Perangkat Desa (FUPPD) Kabupaten Kediri yang beberapa waktu lalu menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Ditreskrimsus Polda Jatim. SP2HP ini merupakan respons atas laporan FUPPD pada 12 Maret 2025 terkait dugaan korupsi dan manipulasi dalam proses pengangkatan perangkat desa.

Dalam SP2HP yang ditandatangani oleh AKBP Dr. Edy Herwiyanto, S.H., M.H., M.Kn, penyidik telah melakukan langkah-langkah penyidikan terhadap sejumlah kepala desa dan tokoh PKD (Paguyuban Kepala Desa) Kabupaten Kediri. Tercatat, enam laporan polisi telah diterbitkan dengan ratusan saksi diperiksa dan barang bukti disita.

Beberapa nama yang disebut dalam SP2HP antara lain:

  • Sutrisno, S.Pd., M.M. (Kades Mangunrejo, Bendahara PKD)

  • Imam Jamin (Kades Kalirong, Ketua PKD)

  • Darwanto (Kades Pojok, Humas PKD)

  • Purwanto, S.E. (Kades Gadungan)

  • Hengki Dwi Setyawan (Kades Puncu)

  • Supadi, S.E. (Kades Tarokan)

Penyidikan ini juga mencatat rencana tindak lanjut berupa gelar perkara penetapan tersangka, usai hasil laboratorium dari ITS Surabaya diterima.

Tiga orang tersangka telah ditahan oleh Polda Jatim atas dugaan rekayasa seleksi perangkat desa. Kombes Pol Dirmanto, Kabid Humas Polda Jatim menyampaikan bahwa mereka memiliki peran penting dalam manipulasi nilai ujian dan transaksi uang suap untuk meloloskan peserta tertentu.

Pihak Polda menegaskan bahwa pengusutan kasus akan terus dilanjutkan, dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan. Barang bukti yang telah disita mencakup dokumen seleksi, rekaman komunikasi, dan bukti transaksi keuangan.

Debby D. Bagus Purnama dari FUPPD menegaskan agar pengungkapan kasus ini tidak tebang pilih. “Kami tahu banyak oknum terlibat, jangan sampai hanya kaki-kakinya yang dijerat hukum,” ujarnya.

Senada, Gabriel Goa dari Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK INDONESIA) menyebut praktik ini sangat berbahaya. “Kalau kursi desa jadi komoditas, program pemerintah bisa gagal total. Harus dibongkar tuntas!” serunya.

Masyarakat berharap, penegakan hukum dalam perkara ini berjalan transparan dan menyeluruh. Kasus di Desa Manggis hanyalah bagian dari gunung es besar yang mengindikasikan rusaknya sistem seleksi perangkat desa di Kabupaten Kediri.

Bila terbukti benar, maka pengangkatan perangkat hasil praktik jual beli jabatan seharusnya dianulir sebagai langkah pemulihan integritas pemerintahan desa.

Penegakan hukum terhadap praktik jual beli jabatan bukan hanya soal keadilan individual, tapi menyangkut masa depan desa dan kepercayaan rakyat. Kasus Desa Manggis harus menjadi pelajaran bersama agar integritas dan profesionalitas dalam pelayanan publik tidak lagi diperdagangkan.(RED.B)

Post a Comment

Previous Post Next Post